PSG dan Barcelona: Ada Kesamaan, tapi Juga Perbedaan yang Fundamental

Lamine Yamal merayakan gol dalam pertandingan leg pertama semifinal Liga Champions antara Barcelona vs Inter Milan, Kamis (1/5/2025) dini hari WIB. (c) AP Photo/Emilio Morenatti

Bola.net – Barcelona menutup kiprah mereka di Liga Champions musim ini dengan kepala tegak. Meski gagal melaju ke final setelah dihentikan Inter Milan di semifinal, penampilan mereka tetap meninggalkan kesan positif. Di sisi lain, Paris Saint-Germain (PSG) tampil gemilang dan menutup musim dengan gelar juara lewat kemenangan 5-0 atas Inter.

Kesuksesan PSG di bawah arahan Luis Enrique pun memunculkan pertanyaan: apa yang bisa dipelajari Barcelona dari sang juara? Sama-sama mengawali musim dengan penuh keraguan, kedua tim justru menunjukkan kekuatan lewat permainan menyerang yang konsisten dan berani. Dalam prosesnya, terlihat sejumlah kesamaan, tapi juga perbedaan fundamental.

Pelatih menjadi kunci utama dalam perjalanan keduanya. Enrique dan Hansi Flick bukan hanya manajer, tapi arsitek sistem. Kini, dengan PSG sebagai cermin, Barcelona bisa mulai merancang langkah-langkah baru untuk mengejar kejayaan Eropa musim depan.

Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Liga Champions, kamu bisa join di Channel WA Bola.net dengan KLIK DI SINI.


1 dari 5 halaman

Pelatih Bisa Mengubah Arah Tim

Musim ini dimulai tanpa banyak harapan bagi kedua tim. PSG harus melepas Kylian Mbappe, sedangkan Barcelona memasuki era baru bersama Hansi Flick usai musim panas yang tenang di bursa transfer. Banyak yang meragukan kemampuan mereka untuk bersaing di level tertinggi.

Namun, Enrique tetap setia pada prinsip permainan menyerang meski komposisi skuadnya berubah signifikan. Flick pun langsung menerapkan sistem 4-2-3-1 yang memberi ruang eksplorasi bagi para pemain muda. Keduanya menunjukkan bahwa kualitas pelatih bisa mengubah arah tim meski tanpa bintang besar.

Bedanya, PSG berhasil membawa perubahan itu ke garis finis dengan trofi di tangan. Barcelona harus puas sebagai semifinalis. Meski demikian, proses yang dijalani menunjukkan dua cara berbeda dalam menaklukkan keraguan dan membangun kepercayaan diri.

2 dari 5 halaman

Implementasi Taktik di Lapangan

Baik PSG maupun Barcelona menolak pendekatan defensif. Mereka tampil dengan keberanian, menekan sejak awal dan mengandalkan dominasi bola. Namun, implementasi taktik di lapangan memperlihatkan perbedaan mencolok dalam hal konsistensi dan struktur.

PSG bermain dengan pressing tinggi yang terorganisir dan konsisten sepanjang musim. Enrique menjaga transisi tetap stabil meski skuad berubah. Barcelona, di sisi lain, sempat agresif di awal tapi kehilangan intensitas pressing seiring berjalannya kompetisi.

Ketika memasuki fase gugur, perbedaan ini menjadi krusial. PSG mampu mengatasi lawan-lawan berat seperti Liverpool dan Arsenal dengan stabilitas pertahanan mereka. Barcelona tersingkir oleh Inter karena mulai goyah secara struktur dan kelelahan melanda para pemain inti.

3 dari 5 halaman

Kedalaman Skuad

Satu hal yang membedakan PSG sebagai juara adalah kedalaman skuad. Lini belakang mereka punya Hakimi dan Mendes yang berperan di dua sisi permainan. Barcelona memang punya Kounde dan Balde, tapi ketika cedera datang, tak ada pengganti setara yang bisa menjaga level permainan.

Di lini tengah, PSG tampil dominan dengan Joao Neves, Vitinha, dan Fabian Ruiz. Kombinasi ini memungkinkan mereka mengontrol tempo dan ruang. Barcelona punya Pedri, tapi masih kesulitan menjaga keseimbangan antara serangan dan pertahanan. Keputusan Flick memainkan Dani Olmo sebagai nomor 10 membuat serangan lebih cair, tapi lini tengah jadi mudah dieksploitasi.

Kini pertanyaan pun muncul: apakah Barcelona perlu mendatangkan gelandang kreatif baru? Atau cukup memperkuat struktur pressing yang ada? Dua hal ini akan menjadi fokus pembenahan di pramusim.

4 dari 5 halaman

Penyerang Tengah dan Rotasi: Kunci yang Membuka Jalan

Transformasi posisi Ousmane Dembele menjadi penyerang tengah adalah terobosan PSG musim ini. Ia bukan sekadar pengganti Mbappe, tapi pembuka ruang untuk kombinasi dengan Kvaratskhelia dan Doue. Serangan PSG pun menjadi lebih cair dan tak terduga.

Sementara itu, Barcelona masih bergantung pada Lewandowski yang sudah memasuki usia senja. Duetnya dengan Yamal dan Raphinha memang menjanjikan, tapi kedalaman lini depan masih jadi persoalan. Ketika rotasi dibutuhkan, opsi pengganti minim kualitas setara.

PSG bahkan bisa memasukkan nama-nama seperti Barcola, Ramos, Lee Kang-in, hingga Seeny Mayulu dari bangku cadangan. Itu adalah bukti bahwa untuk menjuarai Liga Champions, dibutuhkan bukan hanya sebelas pemain hebat, tapi juga bangku cadangan yang mampu mengubah permainan.

5 dari 5 halaman

Musim Depan Milik Barcelona?

Barcelona dan PSG tak hanya mewakili dua kota besar, tapi juga dua filosofi dalam membangun tim: satu berbasis struktur dan pembinaan, satu lagi dengan kedalaman dan variasi. Enrique dan Flick bukan hanya pelatih sukses, tapi juga pemikir yang membentuk ulang identitas klub.

Mereka mungkin gagal bertemu di final tahun ini, tapi keduanya tampaknya sedang menyiapkan fondasi untuk rivalitas panjang. Mayoritas pemain kunci masih berusia muda, artinya bentrokan antara Barcelona dan PSG bisa menjadi menu utama Liga Champions di tahun-tahun mendatang.

Barcelona memang belum sampai ke puncak musim ini. Namun, jika mereka belajar dari PSG, tak ada yang mustahil. Dengan mempertahankan filosofi menyerang dan memperkuat struktur tim, musim depan bisa jadi milik mereka.

Sumber: Barca Blaugranes

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *